Daftar Blog Saya


SI PONDIK I

0

Pada waktu masih kanak-kanak, Pondik terkenal sebagai anak yang rajin. Pekerjaan apa saja yang ditugaskan kepadanya, ia mengerjakannya dengan senang hati. Ia tidak comel kalau disuruh melakukan pekerjaan. Orang sekampungnya selalu memuji Pondik karena kerajinan dan ketekunan mengerjakan pekerjaan. Pondik semakin menanjak ke masa dewasa. Ia juga terkenal sebagai anak yang sopan santun dan berwatak baik.

Namun Pondik rupanya kurang kuat menghadapi cobaan-cobaan. Tingkah lakunya berubah sejalan dengan perkembangannya sebagai seorang pemuda, kerajinan dan ketekunannya bekerja memang tidak berubah, tetapi tanda-tanda menipu dan silat lidah mulai nampak. Kelincahan membela diri dilakukan pada ayahnya sendiri. Suatu hari ayahnya mengajak Pondik pergi memotong alang-alang untuk menyisip atap rumah. Tiba di tempat alang-alang itu ayah dan anak itu menyabit alang-alang sesuai dengan kemampuan masing-masing. Hasil sabitan ditumpukkan pada satu tempat. Setelah tumpukan banyak pondik disuruh ayahnya membersihkan alang-alang itu, rumput-rumput yang lain dan alang-alang yang rusak dipisahkan. Pondik mulai mencoba kesabaran, ketelitian dan kejelian ayahnya. Pondik mengambil kayu yang keras, garis tengahnya kira-kira 20 cm, panjangnya satu setengah meter. Ia menajamkan kayu itu lalu ditancapkan. Alang-alang yang telah dibersihkan didirikan sekeliling kayu, pokok-pokoknya keatas dan ujungnya ke tanah. Setiap lilitan tebal sekali dan dibuatnya hingga sepuluh lilitan. Setelah selesai kelihatannya seperti pondok. Pondik masuk ke dalam dan memeluk kayu tadi. Tengah hari ayahnya berhenti menyabit hendak pulang ke rumah untuk makan siang. Ia pergi ke tempat penumpukan alang-alang, tetapi Pondik tidak ada di tempat itu. Ia memanggil-manggil Pondik, tetapi tidak ada jawaban. Cukup lama orang tua itu mencari tetapi Pondik belum ditemukan. Pasti Pondik sudah pulang ke rumah pikirnya dan ia bermaksud pulang juga.
Tumpukkan alang-alang yang berdiri tegak itu dikiranya bagian yang telah diikat untuk dibawanya. Orang tua itu mengangkatnya untuk dipikul ke rumah, tetapi tidak terangkat. Ia mencoba berkali-kali tetapi tidak terangkat juga. Ia menghunus parang yang disandangnya dan menebas tumpukan alang-alang agar tali pengikatnya putus. Ikatan untuk tiap lilitan demikian kuat sehingga untuk melepaskan satu lilitan memerlukan beberapa kali tebasan. Begitu seterusnya hingga lilitan kelima. Pondik merasa tebasan ayahnya sudah semakin dekat, ia berteriak, “ayah, saya ada disini”, sambil bergegas keluar. Ayahnya menanyakan Pondik mengapa ia berbuat demikian, tetapi Pondik tidak menjawab. Ayahnya sangat marah tetapi Pondik diam-diam saja seolah-olah tak ada kejadian.
Alang-alang yang akan dibawa saat itu diikat masing-masing, dan keduanya pulang. Selama beberapa hari Pondik dan ayahnya mengambil dan memintal alang-alang. Mereka menyisip atap rumah yang rusak sehingga pada musim hujan tahun itu rumah tidak bocor lagi.
Pondik telah dewasa dan telah matang untuk berumah tangga. Kedua orang tuanya memberitahu Pondik untuk mencari wanita calon teman hidupnya. Pada sebuah kampung yang cukup jauh dari kampung Pondik, ada seorang gadis cantik bernama Molas Nggoang. Suatu hari tongka (juru bicara) dan Pondik serta beberapa orang anggota keluarga ayahnya pergi ke kampung itu untuk meminang Molas Nggoang. Pinangan mereka ditolak oleh Molas Nggoang, tetapi orang tua dan keluarga lainnya memaksa Molas Nggoang untuk menerima pinangan keluarga Pondik. Paksaan itu tak mampu meluluh lantakan perasaan Molas Nggoang, ia tetap menolak pinangan keluarga Pondik. Orang tua dan keluarga Molas Nggoang tidak putus asa, segala macam cara dilakukan agar pertahanan Molas Nggoang dapat dipatahkan. Usaha mereka yang terakhir adalah meminta bantuan seoang dukun, dan rupanya kemampuan dukun itu dapat mematahkan pertahanan Molas Nggoang dan akhirnya menerima pinangan keluarga Pondik. Molas Nggoang akhirnya menikahi Pondik dan tinggal bersama keluarga Molas Nggoang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar